Minggu, 08 November 2009

ARTIKEL 3

Janji Sembuh Dari Ladang Garam

 
Ladang garam ternyata tak cuma menyimpan bumbu dapur nan asin itu, tapi juga obat beragam penyakit. Air di lapian teratas dalam proses pembuatan garam mengandung puluhan mineral yang menyembuhkan sehingga berkhasiat sebagai panasea alias menanggulangi aneka penyakit maut. 

 Air tua alias lapian teratas itu kemudian diolah dengan otoklaf kristalisasi menjadi sari air laut (SAL). Jika kedalaman air di tambek buje—sebutan ladang garam di lidah Madura 25—30 cm, lapisan air tua 10 cm teratas dan 10—15 cm lapisan bawah nantinya menjadi garam. Peneliti Indonesia yang mempopulerkan SAL adalah Dr Nelson Sembiring, periset Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa Timur. Doktor Lingkungan dan Mineralogi itu mengenal SAL ketika belajar di Kyoto University, Jepang.Masyarakat negeri Matahari Terbit menyebutnya nigari. Kalangan anak muda terutama remaja perempuan di sana senantiasa membawa SAL sebagai pelangsing tubuh.  

 Dr Nelson Sembiring meriset sari air laut sejak 2002  



 

“Magnesium dalam SAL mencegah terjadinya enzim trigliserida dari makanan yang kita konsumsi sehingga tak membuat badan gemuk,” katanya. Tentusaja khasiat SAL bukan sekadar pelangsing, tetapi juga mengatasi beragam penyakit antara lain gangguan jantung seperti dialami Muhamad Hanan. Pensiunan Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Jawa Timur itu mengisi masa pensiun dengan berlari pagi dan senam minimal sepekan sekali. Meski begitu, impian tetap sehat ternyata sulit digapai. Pada sebuah pagi, keringat mengalir deras di tubuh Hanan dan diikuti sesak napas. Keluarga membawanya ke dokter. Usai memeriksa Muhammad Hanan, dokter mendiagnosis lever dan meresepkan beberapa obat untuk mengatasi penyakit hati. Sayang, beberapa hari berselang gejala sulit bernapas kembali menyerang Hanan. Keluarganya berinisiatif memeriksakan ulang Hanan ke RS Budimulya, Surabaya. Hasilnya, gagal jantung akut akibat penyempitan pembuluh darah. Hari itu juga pada pertengahan 2003 pria 64 tahun itu opname selama 8 hari. Sejak saat itu Hanan bergantung pada obat-obatan dokter. Jika serangan datang, ia buru-buru menelan pil itu.Setahun silam, ia menjemput istrinya yang bekerja di Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa Timur. Napasnya ngos-ngosan saat menaiki anak tangga ke lantai dua. Rekan istrinya, Dr Nelson Sembiring, menyodorkan sari air laut. Tiga tetes sari air laut dicampurkan dengan air putih—dapat juga dengan minuman lain—dan diaduk rata. “Dua sampai tiga menit setelah minum, napas plong. Bagus sekali sari air laut itu,” ujarnya.

 Defi siensi magnesium 

SAL tak hanya tokcer mengatasi serangan jantung. Banyak bukti empiris yang menunjukkan SAL juga ampuh 
menanggulangi beragam penyakit lain seperti asam urat yang dialami Mujinten dan kolesterol (Munawar Abdullah). Memang kehadiran SAL menjadi harapan kesembuhan bagi banyak pasien penyakit akibat defisiensi magnesium seperti jantung koroner yang dialami Hanan, stroke, hipertensi, dan diabetes.  

Prof Dr Bambang Wirjatmadi, Kepala jurusan Gizi dan Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.

“Hipertensi dapat diturunkan secara genetik. Genetik hipertensi dapat timbul ketika orang mengkonsumsi garam NaCl (garam dapur, red). Berbeda bila orang mengkonsumsi garam MgCl (asal air tua), genetik darah tinggi tidak timbul,” ujar Prof Dr Bambang Wirjatmadi, kepala jurusan Gizi dan Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.

Konsumsi garam dapur menyebabkan ion-ion NaCl berikatan dengan unsur lain, misalnya oksalat ketika kita mengkonsumsi bayam. Dampaknya, ikatan itu mengendap di organ tertentu seperti empedu yang dalam jangka panjang menimbulkan penyakit degeneratif. Sementara garam MgCl bila dikristalkan garam magnesium berbentuk menjarum, bukan kubus seperti laiknya garam natrium larut dalam air dan terbuang bersama urine.

Konsumsi garam dapur menyebabkan ion-ion NaCl berikatan dengan unsur lain, misalnya oksalat ketika kita mengkonsumsi bayam. Dampaknya, ikatan itu mengendap di organ tertentu seperti empedu yang dalam jangka panjang menimbulkan penyakit degeneratif. Sementara garam MgCl bila dikristalkan garam magnesium berbentuk menjarum, bukan kubus seperti laiknya garam natrium larut dalam air dan terbuang bersama urine.

Selain itu, konsumsi magnesium yang terdapat dalam SAL juga mampu meluruhkan lemak. Magnesium mengikat asam lemak dan mengeluarkannya dari pembuluh darah. “Dengan catatanSardi Duryatmopembuluh jantung belum seluruhnya menutup,” kata Prof Bambang.Selain defi siensi magnesium, rasio kalsium : magnesium yang tinggi pada minuman juga memicu timbulnya penyakit degeneratif. Idealnya perbandingan 
kalsium : magnesium 2 : 1. Namun, hasil riset Bambang menunjukkan, rasio kalsium : magnesium air minum di tanah air 5 : 1 sampai 6 : 1. “Kualitas air minum di tanahair buruk,” ujar Bambang. Tingginya rasio itu terbukti secara ilmiah menimbulkan endapan di pembuluh darah sehingga memicu beragam penyakit. Itulah sebabnya konsumsi air laut mampu menyeimbangkan rasio kalsium : magnesium. Magnesium dapat 
diperoleh dengan mengkonsumi antara lain sayuran hijau daun, tauge, kedelai, susu, jagung, dan apel. Sayang, jumlahnya terbatas, 250—275 mg. Kandungan magnesium dalam air meniral hanya 2,7—12 mg/l. Itu jauh dari kebutuhan manusia dewasa yang mencapai 360— 420 mg magnesium per hari.

Anak tiri

Meski amat penting, magnesium kerap dianaktirikan. Padahal mineral itu memiliki beragam fungsi yang tak kalah ketimbang kalsium. Selama ini kehadiran magnesium dianggap cukup dengan mengkonsumsi air mineral. Magnesium merupakan mineral larut air dan regulasinya melewati ginjal. Artinya, magnesium mampu membawa mineral lain seperti kalsium sehingga tidak tertimbun dalam tubuh.

Air tua yang selama ini terbuang dalam proses pembuatan garam itu ternyata berpotensi sebagai obat mujarab. Dengan pengolahan sederhana, air tua menjadi panasea yang tokcer mengatasi beragam penyakit maut seperti dialami Muhammad Hanan. Lagi pula konsumsi air laut dalam jangka panjang sangat aman. “Sari air laut tak berbahaya karena tak mengendap dalam darah, tapi dibuang melalui urine dan keringat,” ujar Prof Bambang. (Sardi Duryatmo/Peliput: Lastioro Anmi Tambunan)

1 komentar: